Wednesday, January 6, 2010

Kudus, Kudus, Kudus


Mengapa Alkitab seringkali mengulang satu kata beberapa kali?


Jaman sekarang ini bila kita hendak menekankan suatu kata atau kalimat, kita pasang ‘bold’ atau ‘italic’. Di jaman kuno, untuk menekankan suatu kata mereka menyebutnya dua kali. 

Begitu pula dalam bahasa Indonesia kita kadang-kadang menggunakan pengulangan untuk menekankan suatu kata. Misalnya “benar-benar”, “sangat-sangat”, dan sebagainya.



Misalnya di Yohanes 5:24, :
“Truly, truly, I say to you, he who hears My word, and believes Him who sent Me, has eternal life, and does not come into judgment, but has passed out of death into life.” (NASB)


Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:


Yohanes 5:24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.

“Truly, truly” dalam teks aslinya adalah "Amen, Amen". Amen kita tahu artinya adalah “ya dan benar.” Kita gunakan kata amen/amin untuk menutup doa kita, menegaskan bahwa apa yang kita doakan itu adalah benar adanya.



Bila di dalam kitab Injil kita membaca kata-kata di atas (“truly, truly” yang diterjemahkan = “Aku berkata kepadamu”), segera beri perhatian penuh. Sebab Tuhan sedang bicara tentang suatu perkara yang sangat-sangat serius.


Di kitab Yesaya, kita membaca bagaimana para Serafim berseru satu sama lain, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaanNya!”
Ayat ini juga dijadikan lagu kidung pujian yang diterjemahkan, “Suci, suci, suci”.


Yesaya
6:2 Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang.
6:3 Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"


Kata Kudus diulang bukannya dua kali tetapi tiga kali. Menekankan betapa Allah itu betul-betul, bener-bener total, kudus.


Para Serafim di hadirat Allah rupanya tidak berseru, “Hikmat, Hikmat, Hikmat” atau “Kasih, Kasih, Kasih” atau yang lainnya. Melainkan, “Kudus, Kudus, Kudus”. Kekudusan Allah adalah atributNya yang bisa dibilang paling penting di surga, namun seringkali kekudusan Allah justru terlupakan oleh kita semua.


Sudahkah Anda merenungkan tentang kekudusan Allah itu setiap hari? Kalau Allah maha kudus, bagaimana seharusnya kita hidup di hadapanNya?